
Cakrawala Indonesia – Inflasi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) yang mencapai 9,1% akan berpengaruh pada naiknya nilai impor Indonesia.
“Untuk kita, impor dari AS akan semakin membengkak secara nominalnya karena terdepresiasi. Jadi, untuk impor pasti akan membengkak dan jatuhnya lebih mahal,” kata Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nurul Huda dalam perbincangan dengan Pro3 RRI, Minggu (17/7/2022).
Menurut dia, naiknya nilai impor tersebut dapat berdampak pada tingkat inflasi di dalam negeri.
“Ini yang harus diwaspadai karena inflasi kita sudah mencapai 4,35%. Jangan sampai itu ke 5% bahkan ke 6%, ini yang harus diwaspadai,” tegasnya.
Kewaspadaan itu perlu dilakukan mengingat harga beberapa komoditas yang diimpor akan naik. Selain itu, naiknya inflasi AS bisa memicu melemahnya nilai tukar rupiah.
“Saya rasa itu bisa menaikan sisi inflasi dari barang-barang yang diimpor, tidak hanya dari AS,” jelasnya.
Kenapa demikian? Menurut Huda, hal itu lantaran dalam perdagangan internasional memakai mata uang dolar AS.
“Itu akan berimbas karena kita pakainya mata uang dolar, kecuali dengan China kita sepakat pakainya Yuan saja, tetapi secara global pakai dolar AS,” terangnya.
Meski demikian, lanjutnya, inflasi AS itu menguntungan dari sisi nilai ekspor Indonesia dengan naiknya harga komoditas seperti batu bara.
“Sebenarnya kita ditolong juga karena nilai komoditas ekspor menjadi naik. Kemudian ekspor komoditas juga banyak. Kita masih bisa surplus kan. Memang itu dibantu dengan harga komoditas yang naik seperti batu bara. Kita bisa mengambil keuntungan dari situ,” tandasnya.
Diketahui, inflasi AS pada Juni 2022 telah mencapai 9,1% secara tahunan. Inflasi ini lebih tinggi dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 8,6%.
Sedangkan tingkat inflasi Indonesia masih terjaga di 4,35% pada Juni 2022. Para ekonom meyakini bahwa kenaikan inflasi di AS juga akan terjadi di Indonesia.